Wednesday, March 21, 2012

Penjualan Rumah di Atas Rp 400 Juta Bakal Turun 10%

MedanBisnis – Jakarta. Penjualan rumah segmen menengah atas tipe bangunan di atas 70 m2 diperkirakan akan mengalami penurunan hingga 10% pasca ketentuan minimal uang muka (DP) 30%. Ketentuan yang akan berlaku efektif 15 Juni 2012 ini sudah diantisipasi oleh kalangan pengembang.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo mengatakan, penurunan permintaan rumah kelas menengah dalam jangka pendek sekitar 10%.

Sebelumnya Real Estate Indonesia (RE) mengungkapkam dari kurang lebih penjualan rumah komersial yang mencapai 120.000 unit per tahun, sekitar 25% merupakan rumah kelas menengah yang harganya di atas Rp 400 juta, sementara itu 65% rumah kelas menengah bawah untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan sisanya 10% adalah rumah-rumah kelas atas.

Eddy memprediksi dengan kebijakan tersebut, konsumen rumah kelas menengah akan bergeser ke market rumah lebih murah yang berharga di bawah Rp 150 juta.

Padahal menurut Eddy, seharusnya pemerintah bisa melihat prospek rumah kelas menengah yang selama ini untuk marketnya untuk tempat tinggal. Berbeda dengan properti kelas mewah seperti apartemen atau rumah di kluster seharga Rp 1 miliar yang biasanya untuk investasi atau berbisnis.

"Ini kan beratnya konsumen kelas menengah saat bayar DP. Kalau untuk angsuran cicilan KPR kan mereka masih bisa. Rumah kelas menengah itu kan tidak pernah macet dan memang juga dibeli untuk tempat tinggal," kata Eddy kepada wartawan, Selasa kemarin.

Eddy melanjutkan meskipun keputusan tersebut akan merugikan dalam jangka waktu pendek, pengembang yakin masih bisa menarik marketnya dengan strategi yang sudah disiapkan. Ia menyebutkan pengembang bisa melakukan kebijakan angsuran pembayaran DP yang lebih lama. Selain itu, pengembang bisa memberikan cash back atau sedikit potongan diskon.

"Konsumen tahap-tahap awal masih shock. Tapi, pengembang ada strategi sendiri kan seperti yang saya sebutkan tadi. Dari angsuran DP yang waktunya lebih lama, cash back, sampai sedikit diskon yang hanya berapa persen," ujarnya. (dtf)

Pengembang Mengakali Aturan DP 30% dengan Cicilan Uang Muka

MedanBisnis – Jakarta. Kebijakan peraturan Bank Indonesia (BI) terkait batasan uang muka (DP) Kredit Pemilikan Rumah (KPR) minimal 30% dalam jangka pendek akan mempengaruhi penurunan permintaan konsumen kelas menengah.
Meskipun kalangan pengembang optimistis masih bisa menarik konsumen karena sudah mempersiapkan strategi antisipasi terhadap kebijakan tersebut. Apalagi ketentuan ini hanya berlaku untuk rumah yang luas bangunannya diatas 70 m2.

Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (DPP REI), Djoko Slamet Utomo, mengatakan penurunan permintaan rumah kelas menengah tidak terlalu signifikan. Ia menyebutkan penurunan ini disebabkan keraguan konsumen untuk membeli rumah karena masih terkejut dengan keputusan BI.

Menurutnya, pengembang sudah terbiasa dan bisa mengantisipasi agar segmen marketnya tidak pindah atau lari. "Kita bisa saja berikan tahapan dalam angsuran untuk pembayaran DP agar tidak memberatkan konsumen. Misalnya saja angsuran enam bulan jadi sembilan bulan. Atau bisa mengoptimalisasi serta mengefisiensikan biaya-biaya di sektor lain," kata Djoko saat dihubungi wartawan, Selasa kemarin.

Pria yang juga pemilik perusahaan properti PT. Teguh Binangun Mukti ini menambahkan dengan keputusan minimal DP 30% akan membuat konsumen pindah ke pasar properti rumah yang lebih murah.

Dia menuturkan dengan kebijakan tersebut, konsumen kelas menengah yang paling berpengaruh. Hal ini disebabkan sebagian besar produk rumah dalam KPR komersial atau non subsidi adalah market kelas menengah dengan harga Rp 150 juta-Rp 450 juta per unit. Ia menuturkan rata-rata pengembang menawarkan uang muka rumah kepada konsumen berkisar 10-20%.

"Akan terjadi penurunan. Saya nggak bisa prediksi angkanya. Tapi, nanti di kuartal ketiga atau keempat tahun ini, pasar properti kembali normal seperti biasa karena ada strategi pengembang. Hanya awal-awalnya saja yang menurun," tambahnya.

Djoko menuturkan kebijakan Pemerintah melalui Bank Indonesia tersebut sebenarnya di satu sisi cukup bagus karena untuk mengendalikan pertumbuhan properti yang semakin tinggi. Ia menilai kebijakan pemerintah mengeluarkan keputusan ini lebih dikhawatirkan akan terjadi bubble bila tidak ada pembatasan dalam pembelian properti terutama perumahan.

"Tapi, kebijakan ini lebih mengena dampaknya terhadap ke market kelas menengah bukan kelas atas," tuturnya.
(dtf)

Kadinsu Tidak Setuju Pembatasan Pembiayaan KPR

MedanBisnis – Medan. Kamar Dagang dan Industri Sumatera Utara (Kadinsu) tidak sependapat dengan kebijakan yang diambil Bank Indonesia (BI) tentang batasan besaran Loan To Value (LTV) untuk untuk Kredit Kepemilikan Rumah (KPR). Sebab akan menyulitkan pertumbuhan industri, perbankan dan developer di Sumut.
"Kebijakan ini tidak perlu, karena masih banyak orang miskin di sini, Kita berbeda dengan di Amerika yang perekonomiannya sudah mampu," ujarnya Ketua kadinsu, Irfan Meutyara kepada MedanBisnis, Selasa (20/3).

Menurutnya, alasan kebijakan yang diutarakan BI yakni memperkuat ketahanan sektor keuangan perbankan, tidak merupakan alasan yang kuat. Sebab, masih banyak masyakarat di Indonesia ini yang membutuhkan bantuan atau kucuran dana untuk memiliki rumah.

"Penyelamatan keuangan oleh BI ini tidak jadi alasan, karena memang ekonomi negara kita belum makmur seperti di Amerika Serikat. Jadi pembatasan DP KPR tidak membantu rakyat," katanya.

Meski begitu, lanjut Irfan, pembatasan DP perumahan ini untuk kalangan menengah ke atas dengan ukuran rumah 70 m2, namun masyarakat golongan itu pun masih membutuhkan banyak pinjaman dan dukungan dari perbankan untuk pertumbuhan industri.

"Pertumbuhan industri merupakan sektor pendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Dengan target pertumbuhan diatas 7%, seharusnya perbankan banyak mendukung bukan malah membatasi," imbuhnya.

Masih banyak masyarakat yang membutuhkan rumah dari tipe murah, sederhana hingga konvensional. Semua ini juga membutuhkan bantuan dana dari perbankan untuk mempemudah kepemilikan rumah. Selain itu, developer dalam menyediakan perumahan tersebut, juga memerlukan kucuran dana besar dalam memenuhi permintaan masyarakat. ”Semua pihak harus dibantu, apalagi perekonomian kita belum bagus dan aman seperti negara lain,” kata Irfan.

Sebelumnya Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sumut Tommi Wistan, mengatakan, ketentuan peraturan BI yang tertuang dalam Surat Edaran Bank Indonesia No 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 itu berlaku untuk kategori konsumtif atau dengan sektor perumahan berukuran diatas 70 meter2, diluar pmbiayaan ruko dan komersil dan juga tidak termasuk perumahan rakyat.

"Dengan ketentuan DP 30%, itu tidak terlalu memberatkan konsumen, apalagi developer dapat melakukan kebijakan pencicilan DP," ucapnya.

Selama ini, dengan permintaan rumah menengah ke atas sekitar 30% hingga 40% pertahunnya di Sumut, tidak akan mengalami penurunan permintaan secara drastis akibat ketentuan tersebut. Sebab, masih ada celah yang dapat dilakukan sehingga permintaan akan tetap.

"Kemarin kita prediksi akan ada kenaikan permintaan 15-20% pada rumah menengah ke atas ini. Dengan adanya kebijakan tersebut, kita perkirakan permintaan hanya menurun 2% saja dari target tadi," tutur Tommi. (yuni naibaho)

Tuesday, March 20, 2012

Mandiri Tawarkan KPR 7,5%

MedanBisnis—Medan. Bank Mandiri menawarkan kemudahan kepada konsumen yang mengidamkan rumah baru dengan mematok KPR 7,5% selama satu tahun dan DP 10%. Hal itu diungkapkan Vice President Bank Mandiri Area Medan, Soloan Siringoringo saat membuka KPR Expo Medan 2012 di Medan Fair Plaza, Senin (19/3).
Dia menambahkan, kemudahan juga diberikan berupa diskon 50% bagi provisi. Kemudahan itu diberikan karena perkembangan properti di wilayah Medan dan sekitarnya saat ini berkembang pesat.

Pengembang berlomba-lomba memberikan penawaran terbaik, fasilitas serta harga yang sangat bervariasi. "Atas dasar itu kami merasa perlu menyelenggarakan satu kegiatan yang dapat lebih memperkenalkan developer-developer yang berada di Medan dan sekitarnya dalam Mandiri KPR Expo 2012 Medan," ujarnya.

Di samping itu, lanjutnya, Mandiri KPR Expo 2012 Medan yang berlangsung 19 Maret-15 April 2012 bertujuan untuk semakin mendekatkan fasilitas Mandiri KPR kepada masyarakat Medan serta rutin diadakan setiap tahun untuk membantu meningkatkan penjualan unit rumah developer.
Kegiatan tersebut juga diikuti 20 developer dengan aneka pilihan tipe rumah, harga murah peserta Expo bervariasi dari yang terjangkau sampai rumah dengan harga eksklusif.

 Tidak Berpengaruh
Disinggung dengan adanya aturan baru BI mengenai DP harus 30%, Soloan mengatakan sampai saat ini tidak berpengaruh pada program yang telah berjalan.

Dia menyebutkan tahun 2011, Bank Mandiri mengeluarkan pembiayaan KPR mencapai Rp 1,315 triliun untuk perumahan yang ada di Medan dan sekitarnya. "Di Mandiri, proses KPR sangat cepat jika seluruh kelengkapan persyaratan dipenuhi," jelasnya.  (zainul abdi)

Komentar Ketua REI Sumut

TRIBUN MEDAN, MEDAN - Ketua Umum DPD Real Estate Indonesia (REI) Sumut, Tomi Wistan mengaku aturan Bank Indonesia yang mengatur mengenai down payment (DP) kredit rumah minimal 30 persen  seharusnya dikembalikan lagi kepada perbankan.
"DP itu kan sifatnya mengamankan pembelian. Kalau dirasa pembeli pantas jangankan DP 30 persen, nol persen pun kami berikan. Tetapi kalau kurang terhadap pembeli, tentunya perusahaan meminta DP lebih seperti 40-50 persen uang muka," ujarnya saat dikonfirmasi, Senin (19/3/2012).
Sumut yang masih didominasi pembelian rumah dengan sistem KPR sebanyak 70 persen, tunai bertahap 20 persen dan 10 persen cash keras, ia sebut pula tidak cocok jika pemerintah mengaitkan DP 30 persen dengan isu buble properti atau pembengkakan dana kredit.
Ia menilai untuk Sumut sebenarnya masih sangat aman dan pemerintah ketika mengucapkan buble tadi harusnya membaca wilayah secara keseluruhan di Indonesia bukan beberapa kawasan.
"Tetapi memang benar di beberapa kawasan seperti Jakarta telah terjadi buble properti. Yang dikhawatirkan BI selama ini kan akan terjadi pembengkakan pembelian perumahan bersifat konsumtif. Padahal Medan sendiri masih pada tahap aman," pungkasnya.

Monday, March 19, 2012

Setyo Maharso: Jika UU PKP Bagus bagi Rakyat , Kenapa Ditolak?

RumahCom – Judicial review terhadap UU No. 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) telah bergulir, khususnya pasal adalah pasal 22 ayat 3 yang menyatakan luas rumah tapak paling sedikit 36 meter persegi. Di saat banyak pengamat dan stake holder properti mempermasalahkan peraturan tersebut, DPP REI dinilai santai dan adem ayem.

“Bukan adem ayem, kami sebagai pengusaha tidak boleh emosional,” tukas Setyo Maharso. “Kita lihat memang undang-undang ini bermasalah, tetapi sebenarnya tujuannya bagus. Tinggal bagaimana caranya kita mencari solusi.”  Maharso menambahkan, “Yang harus dilakukan, bagaimana kita memberi peluang dan mencari terobosan supaya produk tersebut bisa dibeli secara massal oleh masyarakat.”

“Kami juga sedang melakukan rapat mengenai masalah pembiayaan perumahan ini, supaya nanti masyarakat bisa mengakses dan mendapatkan haknya dengan harga terjangkau. Jadi, kalau kita berkutat dengan judicial review, waktu kita habis terbuang dan kita tidak bisa bekerja,” jelas Maharso.
Judicial Review, No Comment!
Maharso mengatakan. “Saya no comment saja, karena saya sudah mengumpulkan anggota REI dari seluruh Indonesia, dan hasilnya tidak melakukan judicial review,” katanya.

Secara organisasi, tambah Maharso, REI memang tidak melakukan judicial review terhadap undang-undang ini, dengan alasan kondisi di masing-masing daerah berbeda. Dia mengatakan, dalam setiap peraturan, mesti ada yang pro dan kontra, bahkan sesama anggota REI sendiri.

“Tidak benar kami tidak memerhatikan perumahan bagi MBR (masyarakat berpenghasilan rendah), karena dari 3.000 anggota REI, 65% diantaranya memproduksi rumah MBR. Target kami tahun ini membangun 234.000 untuk MBR. Sebanyak 45% - 60% diantaranya dibangun di Jawa,” papar Maharso.

Untuk mengatasi masalah kesenjangan harga rumah antar-daerah, saat ini REI tengah mengusulkan kepada Pemerintah untuk membuat pemetaan terhadap indeks kemahalan konstruksi per kawasan.

Ubah Dulu UUPA, Baru Bicara Kepemilikan Asing

Deputi bidang Perumahan Formal Kemenpera, Pangihutan Marpaung mengatakan warga negara asing akan dapat memiliki properti dalam bentuk hak sewa langsung 60 tahun, dengan sertifikat kepemilikan bangunan gedung (SKBG). Hal ini akan diatur pada PP UU Rusun yang akan keluar November tahun ini.

Ketua Umum DPP REI, Setyo Maharso mengatakan “Kami masih menunggu perubahan UUPA (Undang-undang Pokok Agraria), baru kami bisa berkomentar, karena peraturan tersebut cantolannya di UUPA,”. “Pernyataan dari Kemenpera tentang kepemilikan asing telah saya lihat di beberapa media belakangan ini, tapi saya belum bisa mengapresiasi itu, karena masih menunggu perubahan UUPA.”

Menurut Maharso, perubahan UUPA saat ini sedang digodok di internal BPN (Badan Pertanahan Nasional). “Mudah-mudahan dalam waktu dekat DPR bisa membuat undang-undang baru. Kami harap tahun ini semua clear, artinya tahun depan kepemilikan asing bisa terlaksana,” harap Maharso.

Maharso menjelaskan, keran kepemilikan asing ini harus dibuka. Pasalnya, saat ini banyak warga Indonesia yang membeli properti di luar negeri. “Jangan sampai hanya kita yang membeli properti di luar negeri, orang asing juga harus membeli properti di sini, jadi ada timbal baliknya,” ujarnya. “Sebenarnya, apartemen-apartemen di Jakarta Utara dan Jakarta Selatan pun telah banyak dipakai orang asing, tetapi saat ini mereka hanya menyewa.”

Maharso juga menyangkal pendapat yang menyatakan bahwa kepemilikan properti oleh warga asing membuat bubble harga properti—yang membuat Indonesia lolos dari krisis finansial global 2009 lalu.  Agar terhindar dari bubble, pemerintah harus memberi batasan-batasan bagi orang asing yang membeli properti di Indonesia. “Orang asing hanya boleh membeli properti high rise dengan harga jual minimal Rp2 Miliar,” tuturnya. “Mereka pun harus diberi batasan minimal berapa lama tinggal di Indonesia. Dengan demikian, ada devisa yang masuk ke kas negara, lewat pajak dan lain-lain.”

Dibukanya pintu bagi kepemilikan asing, tentu akan membuat banyak permintaan terhadap properti dalam negeri. “Jika keran dibuka, kami sebagai developer telah siap, karena kami juga banyak memiliki produk berkualitas yang cocok buat orang asing. Masalahnya saat ini, hanya pada legalitas saja.”