Wednesday, April 18, 2012

Pengembang Sumut Manfaatkan KPR Jual Rumah Sederhana

MedanBisnis—Medan. Pengembang perumahaan di Sumatera Utara (Sumut) yang tergabung di Real Estate Indonesia (REI) Sumut akan memanfatkan Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) perbankan dalam membantu penjualan rumah sederhana. Sebab, sampai saat ini pemasaran tipe rumah tersebut masih terganjal peraturan program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP).
Ketua REI Sumut, Tomi Wistan mengatakan, salah satu KPR yang diincar pengembang adalah KPR yang disalurkan Bank BNI yakni Grya Idaman. Sebab harus ada solusi agar rumah sederhana yang sudah dan sedang dibangun pengembang bisa terjual.

"Tahun ini REI Sumut menargetkan bisa membangun dan menjual 10.000 unit rumah sejahtera tapak (RST) atau naik 100% dari rata-rata realisasi tahun 2010 dan 2011," ujarnya kepada wartawan di Medan, Selasa (17/4).

Dikatakannya, pengembang tidak bisa menggunakan program FLPP yang diluncurkan pemerintah karena KPR bersubsidi itu tidak bisa untuk rumah sederhana yang sudah dan sedang dibangun pengembang.

Rumah yang dibangun pengembang memiliki luas 21- 36 meter persegi dengan harga di atas Rp 70 juta per unit, sementara FLPP itu mempersyaratkan rumah yang mendapat KPR subsidi itu minimal berukuran 36 m2 dan harga jual maksimal Rp 70 juta per uit.

"Dengan adanya Grya Idaman BNI untuk rumah seharga hingga Rp 200 juta per unit dan bertenor 20 tahun, maka masalah pengembang yang terbentur dengan FLPP itu bisa teratasi," katanya.

REI optimis program itu akan diminati konsumen karena cicilan yang ditawarkan tidak jauh beda dengan cicilan KPR program KPR FLPP.

Sekretaris DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesa (Apersi) Sumut, Irwan Ray, mengatakan, bergulirnya kembali FLPP bukan menggembirakan pengembang tetapi malah merugikan.

Membangun rumah 21-36 m2 dengan harga di atas Rp 70 juta saja sudah susah, apalagi membangun dengan harga jual rumah di bawah angka itu.

"Di semua daerah termasuk Sumut harga tanah sudah sangat mahal. Belum lagi biaya izin dan untuk memenuhi infrastruktur juga mahal dengan proses berbelit, bagaimana mau menjual rumah di bawah atau maksimal Rp 70 juta dengan ukuran 36 m2," katanya.

Akibat program FLPP yang tidak menguntungkan, pengembang anggota Apersi sebagian besar memilih tidak membangun rumah sederhana atau kalau pun ada akan memanfaatkan program KPR perbankan yang lebih menjanjikan.

Perbankan termasuk empat bank yang bekerja sama dengan Kementerian Perumahan Rakyat untuk menyalurkan FLPP 2012 yakni Bank Mandiri, BNI, BRI dan BTN diharapkan bisa juga memberikan solusi lain.

"Langkah BNI yang sudah membuat program KPR yang lebih fleksibel dan segera disusul bank lainnya sangat menggembirakan," katanya. (yuni naibaho)




Pengembang Sumut Usahakan Jual Rumah Sederhana
Vivanews

Pengembang anggota Realestate Indonesia (REI) Sumatera Utara akan memanfatkan KPR perbankan yang dinilai bisa membantu penjualan rumah sederhana yang dewasa ini terganjal peraturan program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan.

"Salah satu KPR (kredit pemilikan rumah) yang diincar pengembang adalah KPR yang disalurkan Bank BNI yakni Grya Idaman,"kata Ketua REI Sumut, Tomi Wistan, di Medan, Senin.

Menurutnya harus ada solusi agar rumah sederhana yang sudah dan sedang dibangun pengembang bisa terjual.

Tahun ini REI Sumut menargetkan bisa membangun dan menjual 10.000 unit rumah sejahtera tapak atau naik 100 persen dari rata-rata realisasi tahun 2010 dan 2011. Berita selanjutnya di bawah ini
Dia menjelaskan, pengembang dewasa ini akhirnya tidak bisa menggunakan program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang diluncurkan pemerintah karena KPR bersubsi itu tidak bisa untuk rumah sederhana yang sudah dan sedang dibangun pengembang.

Rumah yang dibangun pengembang memiliki luas 21- 36 meter persegi dengan harga di atas Rp70 juta per unit, sementara FLPP itu mempersyaratkan rumah yang mendapat KPR subsidi itu minimal berukuran 36 m2 dan harga jual maksimal Rp70 juta per uit.

"Dengan adanya Grya Idaman BNI untuk rumah seharga hingga Rp200 juta per unit dan bertenor sampai 20 tahun, maka masalah pengembang yang terbentur dengan FLPP itu bisa teratasi,"katanya.

REI optimis program itu akan diminati konsumen karena cicilan yang ditawarkan tidak jauh beda dengan cicilan KPR program KPR FLPP.

Sekretaris DPD Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesa (Apersi) Sumut, Irwan Ray, mengatakan, bergulirnya kembali FLPP bukan menggembirakan pengembang tetapi malah merugikan.

Membangun rumah 21-36 m2 dengan harga di atas Rp70 juta saja sudah susah, apalagi membangun dengan harga jual rumah di bawah angka itu.

"Di semua daerah termasuk Sumut harga tanah saja sudah sangat mahal belum lagi biaya izin dan untuk memenuhi infrastrtuktur yang juga mahal dengan proses berbelit, bagaimana mau jual rumah di bawah atau maksimal Rp70 juta dengan ukuran 36 m2,"katanya.

Dengan program FLPP yang tidak menguntungkan itu, pengembang anggota Apersi sebagian besar memilih tidak membangun rumah sederhana itu atau kalau pun ada akan memanfaatkan program KPR perbankan yang lebih menjanjikan.

Perbankan termasuk empat bank yang bekerja sama dengan Kementerian Perumahan Rakyat untuk menyalurkan FLPP 2012 yakni Bank Mandiri, BNI, Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Tabungan Negara (BTN) diharapkan bisa juga memberikan solusi lain.

Langkah BNI yang sudah membuat program KPR yang lebih fleksibel dan segera disusul bank lainnya sangat menggembirakan.

No comments:

Post a Comment