Senin, 28 Mei 2012 20:14 WIB
Laporan Wartawan Tribun Medan : Eris
Estrada Sembiring
TRIBUN-MEDAN.com, MEDAN - Pertanggal 15 Juni
mendatang, Bank Indonesia (BI) resmi menetapkan besaran Down Payment (DP) untuk
pembelian rumah yang bersifat residensial (hunian) bertipe 70 keatas (luas 70m2)
sebesar 30 persen. Meski pihak pengembang (developer) dan perbankan yang
menyalurkan kredit properti berharap BI mempertimbangkan kebijakan tersebut,
dengan alasan akan menurunnya daya beli masyarakat, namun BI menyatakan tetap
akan memberlakukan kebijakan demi menghindari bubble properti
iususni.
Namun pihak BI melakukan kajian dan memberikan beberapa solusi.
Salah satunya adalah menurunkan harga jual properti oleh developer kepada
masyarakat.
Namun usulan ini ditolak pihak developer. Ketua DPD Real Estat
Indonesia (REI) Sumut, Tomi Wistan, memastikan pihaknya tidak mungkin menurunkan
harga properti saat ini. Apalagi berdasarkan tipe dan lokasi yang ada di Medan,
tidak mudah untuk menurunkan harga properti seperti usulan BI.
“Tidak
mungkin menurunkan harga rumah. Kan beda-beda lokasinya. Apalagi untuk yang
bertipe 70 keatas,” ujarnya, Senin (28/5) di Medan. Apalagi, mengacu dengan
Peraturan Daerah (Perda) Kota Medan yang memberlakukan besaran IMB sebesar Rp
27.500 dipastikan penurunan harga mustahil dilakukan.
Alih-alih penurunan
harga, ia bahkan memprediksi akan terjadi kenaikan harga properti mencapai 30
persen tahun ini.
" Itu belum dihitung kalau BBM naik. Lihat saja, bahan
bangunan tidak turun harganya. Masih masalah PBB, IMB, besaran DP dan lain lain
sudah diperkirakan 20 hingga 30 persen kenaikan harganya,"
paparnya.
Senada, ketua Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman
seluruh (Aspersi) Medan, Irwan, kepada Tribun memastikan solusi menurunkan
harga jual properti tidak akan berpengaruh signifikan terhadap daya beli
masyarakat. Nominalnya masih terbilang kecil bila dibandingkan kenaikan harga
rumah dan tingginya DP.
“Itu bukan solusi karena pengaruhnya tidak
signifikan. Sejak awal kita minta yang diperhatikan itu Non Performing Loan
(NPL) di kredit properti. Kalau masih kecil, ya jangan dinaikkan DPnya,”
tegasnya.
Solusi terakhir, bila kebijakan ini resmi berjalan, REI akan
memberlakukan kebijakan cicilan DP sebanyak tiga hingga enam kali. Dengan sistem
cicilan ini diharapkan minat dan daya beli konsumen tetap terjaga. Namun solusi
ini bukan tanpa hambatan. Dengan memberlakukan sistem cicilan ini, kata Tomi,
pihak pengembang dipastikan harus memiliki modal yang lebih besar lagi. Karena
cashflow yang diterima akan lebih sedikit. Akibatnya mereka terpaksa meminjam
uang ke perbankan dan membayar bunganya.
"Itu solusi paling baik
sebenarnya. Tapi tetap saja ada masalahnya," keluhnya.
Aspersi juga punya
strategi sendiri. Ia berharap pihak pengembang memberikan banyak bonus dan
menggratiskan biaya-biaya administrasi untuk menggaet calon pembeli rumah. "Kita
upayakan banyak bonus untuk calon konsumen. Supaya mereka tetap membeli
perumahan kita," katanya.
Selain solusi menurunkan harga properti,
Peneliti dan Pengaturan Perbankan BI, Fernando Butar-butar mengatakan, pihak
perbankan juga harus tanggap dengan menurunkan suku bunga untuk kredit properti.
Dengan turunnya suku bunga ini, bisa memicu penurunan harga untuk properti
karena pihak developer tidak mengeluarkan biaya yang banyak.
"Ini juga
bisa diatasi dengan menurunkan suku bunga perbankan. Pintar-pintar perbankan lah
untuk mengatur besarannya agar harga tidak menjadi mahal,"
tegasnya.
Namun ia memastikan pihaknya akan terus memantau perkembangan
"ancaman" bubble properti ini. Sejak diberlakukan tanggal 15 Juni hingga Agustus
mendatang, akan dilihat grafis kredit propertinya apakah masih dinilai wajar
atau tidak.
"Kalau tren dan grafiknya sesuai yang diharapkan, akan kita
kaji lagi. Tapi bukan lantas langsung diturunkan lagi DPnya. Karena banyak aspek
yang harus diperhatikan meskipun tren kreditnya terbilang normal," pungkasnya.
Periode pertama analisa grafik kredit properti akan dipantau per Agustus
2012.
Namun pihak perbankan, salah satunya Alexander dari Bank Mestika
Medan, mengakui kebijakan ini tidak berpihak terhadap masyarakat berpenghasilan
kecil. Karena dinilai hanya akan menyulitkan masyarakat berkategori menengah
kebawah.
"Jangan disamakan kondisi di Jakarta dengan Medan. Kota Medan
ini kan beda. Kalau soal cicilan properti, nasabah selalu aman-aman saja. Mereka
sanggup kok mencicil. Nah, DP sebesar 30 persen ini yang kita khawatirkan akan
memberatkan konsumen," tegasnya.
Penjualan
MeningkatRencana besaran Down Payment (DP) sebesar 30 persen ini
juga membuat calon pembeli rumah menyerbu properti sebelum tanggal 15 Juni.
Apalagi, menurut Fernando, jika surat penawaran kredit yang diajukan perbankan
sudah disetujui konsumen sebelum tanggal 15 Juni, meskipun notaris
mengesahkannya setelah 15 Juni, belum akan dikenakan DP sebesar 30
persen.
"Masih ada waktu sampai tanggal 15 Juni untuk konsumen membeli
rumah dengan DP dibawah 30 persen. Kalau masalah akta notaris setelah tanggal
itu, tidak ada masalah. Belum akan dikenakan 30 persen," imbuhnya.
Tomi
Wistan juga mengakui ada tren peningkatan penjualan properti belakangan ini.
Apalagi pihak pengembang memang semakin gencar menggaet calon pembeli dengan
iming-iming kenaikan DP akan berlaku pertanggal 15 Juni.
"Itu kan
strategi pihak developer, ya sah-sah saja," tegasnya.
NPL
AmanAngka Non Performing Loan (NPL) Kredit Kepemilikan Rumah memang
terbilang masih aman. Untuk periode Februari 2012, tercatat masih sekitar 2,13
persen. Angka ini masih jauh dari nilai NPL yang harus diwaspadai, yaitu 5
persen. NPL yang terjaga namun tetap dibatasi dengan penetapan DP inilah yang
membuat Ketua Aspersi Medan, Irwan, tidak habis pikir.
"Lihat saja NPL di
kredit properti. Angkanya masih rendah dan terbilang wajar. Makanya kita heran
kenapa harus dibatasi," keluhnya.
Namun Deputi Direktur Divisi Ekonomi
Madya BI Regional Sumut Aceh, Mikael Budisatrio menyatakan kebijakan ini akan
mendorong developer lebih gencar membangun rumah dibawah tipe 70.
"Ada
peningkatan kredit properti untuk rumah bertipe 70 keatas di Sumut. Kebijakan
ini diharapkan bisa mendorong pembangunan di tipe bawah sehingga membantu
masyarakat kategori menengah kebawah," jelasnya.
Penyaluran kredit
properti untuk tipe 70 keatas oleh perbankan Sumut memang terbilang besar. Untuk
periode Januari 2012, total kredit yang disalurkan mencapai Rp 3,31 triliun.
Lalu pada Februari mencapai Rp 3,39 triliun, Maret sebesar Rp 3,55 triliun dan
April sebesar Rp 3,50 triliun. Growth kredit properti bulan April secara year on
year (yoy) bahkan meningkat sekitar 39 persen. Angka pertumbuhan tertinggi juga
terjadi pada sektor properti flat untuk residensial seperti juga apartemen yang
mencapai Rp 113 miliar namun tumbuh 195,57 persen per April 2012.